cropped-Desain-tanpa-judul-19.png

Keuskupan Manado

1. Komunitas Provinsialat

Alamat : 
Jln. Mr.A.A. Maramis No. 10, Blok A,
Kel. Paniki Dua, Kecamatan Mapanget
Manado

   Pada mulanya, Societas JMJ di Indonesia sangat kecil, hanya seperti ‘biji sesawi’; melalui komitmen dari satu kelompok kecil enam suster misionaris Belanda yang masih relatif muda yang datang bermisi di Indonesia. Tentu ada alasan mengapa Pemimpin Kongregasi mengirim suster-suster yang masih muda. Menurut Sejarah, Mgr. Walterus Stall bermohon kepada pemimpi kongregasi, beliau menulis syarat umur suster-suster yang akan diutus.

   Wilayah pelayanan Provinsi Manado meliputi Provinsi Sulawesi Utara, Selawesi Tengah, Maluku, Papua dan Kalimantan Timur. Provinsialat (Biara Pusat Provinsi Manado) berada di Jln. Mr.A.A. Maramis No.10 Lingkungan IV Kelurahan Paniki Dua, Kecamatan Mapanget Kota Manado, dekat Bandara Sam Ratulangi Manado, yang ditempati mulai tahun 2013. Sebelumnya, Provinsialat berlokasi di Pandi Semadi Tomohon sambil pimpinan Provinsi Manado mencari lahan dan membangun provinsalat yang baru.

2. Komunitas Budi Mulia Bitung

Alamat : 
Jln. Sam Ratulangi X/9A
Kel. Kadoodan, Kec. Maesa
Bitung

   Biara Budi Mulia Bitung, berada di pusat kota Bitung didirikan pada tanggal 3 Juli 1973 karena adanya kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Bitung. Tujuannya adalah memberikan pertolongan yang lebih cepat kepada orang sakit di Kota Bitung, Biara ini pada awalnya menempati sebagian rumah milik paroki bersebelahan dengan rumah milik keluarga Luntungan Koorag (orang tua dari P. Johny Luntungan, MSC). Nama Biara Budi Mulia Bitung diambil dari nama rumah sakit. Pada awalnya, pelayanan di RS Budi Mulia Bitung, dilayani oleh para suster dari Biara Hermana Lembean. Para tahun 1973, Bitung resmi menjadi satu komunitas mandiri. Para suster pertama yang menjadi anggota komunitas adalah Sr. Angelino Tangdilintin, Sr. Jeanne d’Arc Toreh, dan Sr. Lambertine Sondakh.

3. Komunitas Hermana Lembean

Alamat :
Susteran Lembean kota pos 5 Airmadidi

   Biara Hermana hadir untuk membantu masyarakat. Pada saat-saat yang sulit, kehadiran Suster-suster JMJ sangat membantu dalam pelanyanan baik dalam Gereja maupun dalam masyarakat. Biara Hermana didirikan pada tanggal 28 Februari 1940, bersamaan dengan Rumah Sakit Hermana Lembean. Pada awalnya, RS Hermana dilayani dari RS Gunung Maria Tomohon. RS ini sudah dikelola sendiri oleh para suster dengan bantuan tenaga awam dari RS Gunung Maria karena waktu itu dr. H.P.C Oomen.Setelah RS dikelola langsung oleh RS Hermana maka diangkat juga sebagai direktur pada tahun 1966 yaitu dr. Tjan Boen Lian. Pada saat itu, Suster JMJ mengelola langsung RS Hermana di bawah pimpinan Sr. Gerarda Verburg yang ditemani oleh enam suster lainnya yakni Sr. Marta Joseph sebagai kepala dapur; Sr. Rumolda V. Rehydel sebagai kepala perawatan dan merangkap tugas rumah tangga, administrasi, kerohanian, dan lain-lain; Sr. Rafael Drost; Sr. Serafien; Sr. Hermana Langi; dan Sr. Josephine Pinangkaan.

4. Komunitas Santa Anna Lembean

Alamat :
Susteran St. Anna Lembean
kotak pos 5, Airmadidi

   Biara St. Anna, Lembean terletak di Kompleks Biara dan Rumah Sakit Hermana. Biara St. Anna awalnya didirikan di Rumah Sakit Gunung, Maria pada tanggal 26 Juli 1973. Komunitas Santa Anna hadir dengan alasan jumlah suster yang lanjut usia dan sakit makin bertambah di antaranya para suster misionaris yang tidak ingin kembali ke tanah airnya di Belanda. Mereka berpatokan “sekali berangkat ke Tanah Misi, mereka tidak akan kembali”. Selain itu, Konstitusi JMJ, 1985 No. 27 mengatakan: “di dalam Tarekat kita suster-suster yang sakit dan yang lanjut usia harus diberi perhatian khusus serta cinta mesra yang menghangatkan…”. Oleh karena usia makin bertambah dan kesehatan makin menurun, pemimpin mulai memikirkan suatu tempat untuk menampung mereka sehingga mendapatkan pelayanan yang tepat dan pantas.

5. Komunitas Sta. Maria Bunda Penolong Abadi Paniki

Alamat :
Jln. A.A. Maramis 10 Kel. Paniki Dua,
Kec. Mapanget, Kota Manado

   Biara Sta. Maria Bunda Penolong Abadi merupakan salah satu komunitas termuda di Provinsi Manado sebelum Komunitas Sto. Ignatius Beteleme. Sebelum memulai sebagai komunitas, masa orientasi dijalankan oleh suster pionir pada tahun 2013. Dua suster pertama yang menghuni komunitas ini adalah Sr. Mareyke Sengkeh dan Sr. Anna Beribe pada tanggal 20 Juli 2013. Selanjutnya, Sr. Fransiska Rompas dan Sr. Aloyse Piay menyusul. Masa orientasi komunitas dimulai pada bulan September 2013, dengan anggota komunitas saat itu adalah Sr. Aloyse Piay, Sr. Anna Beribe yang bekerja di Bagian Administrasi Keuangan Provinsialat, Sr. Mareyke Sengkeh (meninggalkan biara tahun 2015) bekerja di bagian kerumahtanggaan biara, dan Sr. Fransiska Rompas yang bertugas sebagai sekretaris di Sekretariat Provinsialat. Pada masa orientasi ini, para suster menempati gedung baru yang dibangun bersama dengan gedung Provinsialat pada tahun 2012. Komunitas ini didirikan dengan alasan menjadi komunitas untuk para suster yang bekerja membantu administrasi Provinsialat Provinsi Manado

   Pada Tahun 2014, anggota komunittas bertambah yaitu para suster yang bertugas di PT Ratna Timur Tumarendem yang berpindah kantor dari Biara St. Joseph Manado ke Biara Santa Maria Paniki. Setelah selesai masa orientasi satu tahun dan bertambahnya jumlah anggota, komunitas ini telah memenuhi syarat menjadi komunitas mandiri. Oleh karena itu, pada tanggal 21 Juni 2014 Dewan Pimpinan Provinsi mengajukan permohonan kepada Dewan Pimpinan Umum untuk menetapkan Biara Sta. Maria Bunda Penolong Abadi menjadi komunitas. Dewan Pimpinan Umum kemudian melalui suratnya tertanggal 29 Oktober 2014 nomor 746.14/TS/fk meneguhkan Biara Sta. Maria Bunda Penolong Abadi menjadi Komunitas pada Pesta Yesus Menampakkan Kemuliaannya. Tanggal 6 Agustus 2014 menjadi momen berdirinya Komunitas Sta. Maria Bunda Penolong Abadi, Paniki.

6. Komunitas Sto. Yoseph Manado

Alamat :
Jln. Sam Ratulangi 62
Kota Manado

   Ketika para suster tiba di Manado untuk berkarya, gedung biara saat itu sedang dibangun. Para suster menyewa sebuah rumah seberang tempat bangunan, di mana Sr. Laetitia Loonen tinggal. Sr. Laetitia adalah seorang yang ahli dalam merancang bangunan karena itu pembangunan biara dipercayakan dalam pengawasannya. Para suster hanya tinggal sementara di rumah itu. Mereka masih tinggal menetap di biara Walterus, Tomohon. Yang menjadi latar belakang didirikannya biara Sto. Joseph Manado adalah belum adanya tempat tinggal yang tetap bagi para suster yang khusus berkarya di Manado. Keputusan untuk mendirikan rumah ini dibuat di s’Hertogenbosch pada saat kunjungan Moeder Wenceslaus te Poel ke rumah induk. Pada masa itu, di seluruh Manado belum ada bangunan lain dengan dua lantaiselain biara ini.

   Biara Manado didirikan pada tanggal 1 November 1910. Biara ini adalah biara kedua setelah biara Walterus. Alasan biara ini diberi nama Biara Sto. Joseph adalah karena devosi yang kuat dari Moeder Rose de Lima (Pemimpin Umum) kepada Sto. Joseph. Beliau merasa bahwa sosok Sto. Joseph. Beliau merasa bahwa sosok Sto. Joseph sangat layak untuk dijadikan sebagai pelindung dari biara dan karya yang ada di Manado dan berpikir bahwa kelak karya ini menjadi karya yang besar bagi Societas JMJ

7. Komunitas Walterus Tomohon

Alamat :
Jln. Raya Kolongan 188
Kota Tomohon

   Tomohon menjadi tempat misi pertama dari Societas JMJ. Pada tahun 1898, Suster-suster JMJ menginjakkan kaki pertama kali di Nusantara. Suster-suster datang atas undangan Mrg. Walterus Staal. Biara pertama diberi nama “Walterus” (untuk mengabdikan nama Mrg. Walterus Staal yang mengundang suster-suster JMJ) didirikan pada tanggal 17 Juli 1898 dengan pemimpin pertama adalah Sr. Wenceslas Te Poel. Anggota Komunitas pertama terdiri dari 6 suster pionir yaitu: Sr. Wenceslas Te Poel, Sr. Boniface Mayer, Sr. Josephie van den Berg, Sr. Laetitia Loenen, Sr. Dosithea Schambergen, Sr. Basilissa Heijster. Dari mereka berenam tumbuh benih-benih baru yang mengikuti jejak “Sang Serigala Yang Mengerkah: Pater Mathias Wolf, SJ.

   Komunitas Walterus saat itu termasuk salah satu komunitas besar di Provinsi Manado karena karya awal dimulai dari komunitas ini dengan lembaga-lembaga pendidikan dari jenjang TK-SMK dan SLB. Sebagian besar para suster dalam komunitas ini adalah guru. Tahun 1962, bergabung dalam Komunitas Walterus seorang suster yang mempunyai gelar guru besar yakni Sr. Marie de la Trinitee Rood. Pada tahun 1965, Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) di Tondano menjadi mandiri tidak bergabung dengan Universitas Sam Ratulangi, pada tahun itu Sr. Marie menjadi salah satu dosen di Perguruan Tinggi Pendidikan Guru tersebut. Salah satu mahasiswinya adalah Sr. Agustine Senduk. Ketika menjalani pendidikan di Tondano, Sr. Agustine Senduk juga bertugas sebagai guru di Sekolah Guru Bawah (SGB).

8. Komunitas Gunung Maria Tomohon

Alamat :
Jln. Sejahtera 
Kota Tomohon

   Biara Gunung Maria berada bersama dengan Rumah Sakit Gunung Maria, kurang lebih 70 tahun para suster menempati biara pertama yang saat ini sudah dijadikan ruang rawat RS Gunung Maria. Pada tahun 2000, para suster menempati rumah baru yang sebelumnya adalah tempat tinggal Sr. dr. J. Barten, BKK. Rumah sakit tetap menyiapkan satu kamar khusus di biara lama untuk para suster yang sakit dan harus memerlukan rawat inap. Para suster yang tinggal di Biara Gunung Maria mayoritas adalah suster-suster yang bekerja di rumah sakit. Pada tahun 1980, anggota komunitas tidak lagi hanya yang bekerja di rumah sakit tetapi juga para suster yang masih sebagai anggota Komunitas Gunung Maria sampai tahun 1980. Ketika pembangunan Panti Semadi selesai, suster-suster yang melayani di Panti Semadi menjadi komunitas mandiri.

9. Komunitas Panti Semadi Tomohon

Alamat :
Jln. P.L. Kaunang 308
Kota Tomohon

   Sesuai dengan Karisma dan Spiritualitas Kongregasi yaitu kesiapsediaan apostolis yang selalu menyesuaikan diri dengan kebutuhan zaman, para suster menyediakan saran yang dibutuhkan untuk memperdalam hidup rohani dan juga untuk pembinaan rohani masyarakat umum. Oleh karenanya, para suster membangun rumah retret dengan nama Panti Semadi.

   Biara Panti Semadi ini didirikan pada tanggal 1 Januari 1980, terletak di Kelurahan Kolongan Lingkungan IV, Kecamatan Tomohon Tengah. Tujuan Panti Semadi ini didirikan adalah sebagai tempat yang memungkinkan terjadinya pertemuan manusia dengan sesamanya, dan menusia dengan Tuhannya. Selain itu, juga sebagai sarana untuk mengadakan latihan rohani, retret, dan rekoleksi guna menggiatkan, memperdalam, atau membarui iman, harapan, dan cinta kasih kristiani. Panti Semadi juga menjadi tempat untuk mengkondisikan suasana berpikir yang tenang, bermeditasi dan berdoa dengan baik, dan membantu mempersiapkan paket program khusus yang dapat meningkatkan kualitas sumber daya menusia

10. Komunitas Mater Dei Langowan

Alamat :
Desa Koyawas, Kecamatan Langowan
Kabupaten Minahasa

   Biara Mater Dei Langowan hadir karena untuk kebutuhan melayani masyarakat di sekitar Langowan, di bidang sosial dan kesehatan. Awalnya, para suster memberikan perhatian di bidang sosial, yaitu menampung anak-anak yang sudah kehilangan orang tuanya. Banyak anak kehilangan orang tua, sakit, dan membutuhkan pelayanan. Pastor Paroki pada waktu itu berinisiatif menampung mereka, Tahun 1953 Uskup Manado, Mgr. N. Verhoeven, MSC menawarkan kepada Societas JMJ untuk menangani karya Panti Asuhan di Langowan

   Pada Tahun yang sama, Societas mengambil langkah untuk mendirikan biara bagi para suster yang akan berkarya di panti asuhan dan karya Kesehatan, dan pada tanggal 31 Desember 1953 diresmikanlah Biara Mater Dei Langowan.

11. Komunitas Cantia Tompaso Baru

Alamat :
Desa Pinaesaan, Jaga II,
Kec. Tompaso Baru, Minahasa Selatan

   Pada tahun 1955, para Suster JMJ ditawarkan Mgr. N. Verhoeven, MSC, untuk memulai karya di Tompaso Baru. Pimpinan umum langsung menaggapi tawaran ini untuk memberikan bantuan pelayanan kesehatan serta karya Sosial lainnya di daerah yang masih tergolong daerah tertinggal. Pimpinan umum ketika itu adalah Moeder Cantia Staal. Sebagai penghargaan kepada suster pemimpin umum saat itu maka nama Cantia dipakai sebagai nama rumah sakit dan juga nama Biara Tompaso Baru. Para suster yang diutus menjadi anggota komunitas Cantia adalah Sr. Nicoline Kuin sebagai pemimpin pertama, Sr. Margaretha Groot sebagai bidan dan Sr. Leatitia Wowiling bagian kerumahtanggaan. Kehadiran para suster pertama di Tompaso Baru ini merupakan suatu kekayaan yang tak terduga. Maklumlah, daerah yang sangat terpencil ini sudah dapat menikmati pelayanan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

12. Komunitas Sto. Ignatius Beteleme

Alamat :
Jln. Pasar Baru Beteleme, Kecamatan Lembo,
Kabupaten Morowali Utara

   Suster-suster SJMJ hadir di Beteleme atas undangan dari Uskup Manado Mgr. Josep Suwatan, MSC yang disampaikan langsung oleh uskup pada saat beliau berkunjung di provinsialat dalam rangka program wawan hati bersama suster-suster pada tahun 2014. Dewan Pimpinan Provinsi menaggapi permintaan Uskup Manado dengan menugaskan Sr. Margaretha Toliu dan Sr. Maria Makalew sebagai anggota dewan pimpinan provinsi untuk melakukan orientasi di Paroki Beteleme. Pada tanggal 13 – 18 Februari 2015, Sr. Margaretha dan Sr. Maria berangkat ke Beteleme dan melihat situasi dan kondisi di Beteleme karena padaa tahun 2005 – 2006 menjadi tahun yang kelam untuk daerah Sulawesi Tengah bagian Utara ketika terjadi kerusuhan. Pada tanggal 12 Maret 2015, Mgr. Joseph Suwatan menyurat ke Dewan Pimpinan Provinsi. Isi surat tersebut adalah permohonan karya baru di Kapubaten Morowali Sulawesi Tengah. Pada tanggal 4 – 10 Maret 2016, Suster-suster JMJ melakukan kunjungan ke Beteleme dengan tujuan bakti sosial, pengobatan gratis, dan aksi panggilan di Stasi Jamurjaya dan Molores. Kegiatan ini juga sekaligus untuk mengenal umat di Paroki Beteleme. Setelah mengadakan dua kali kunjungan di Beteleme, rapat Dewan Pimpinan Provinsi pada tanggal 6 Juni 2016 memutuskan untuk memulai orientasi di Beteleme dengan mengutus Sr. Constantia Sundah dan Sr. Marie Jose Merung, kemudian menyusul Sr. Clara Atim yang datang pada bulan Desember pada tahun yang sama.

   Komunitas Sto. Ignatius Beteleme dinyatakan secara resmi sebagai komunitas mandiri pada tanggal 11 Maret 2019 berdasarkan surat dari Pemimpin Kongregasi, Sr. Theresia Supriyati SJMJ, No.69.19/TS/gt dengan anggota komunitas Sr. Lusia Tundo (Pemimpin Komunitas), Sr. Aloyse Piay, dan Sr. Clara Atim(Anggota). 

   

13. Komunitas Sto. Anthonius Luwuk

Alamat :
Jln. Ir. Sukarno 36
Luwuk, Sulawesi Tengah

   Pada tahun 1991, Suster JMJ berpikir untuk memindahkan Komunitas Sambiut yang didirikan tahun 1972 ke Kota Luwuk. Namun, keuskupan, pastor paroki, dan umat di Sambiut melihat bahwa Luwuk adalah kota berkembang tetapi yang membutuhkan pelayanan adalah Sambiut, sehingga Suster JMJ mempertimbangkan kembali rencana akan meninggalkan Sambiut. Akan tetapi, tetap membuka komunitas di Luwuk untuk pelayanan-pelayanan yang ada di sana.

   Keberadaan Komunitas Suster-suster JMJ Luwuk, awalnya adalah atas permintaan Pastor Paroki Anthonius Car Van Bavel, MSC, dan umatnya yang sungguh mendambakan kehadiran para Suster JMJ agar pelayanan kepada umat terlebih untuk pendidikan anak-anak muda lebih terlayani secara maksimal. Sr. Bernadette Mokorimban, JMJ diutus oleh Kongregasi untuk memulai karya ini. Dengan semangat kesiapsediaan, suster memulai karyanya sejak pembangunan sekolah sampai dimulainya sekolah baru. Pastor paroki bekerja sama dengan beberapa tokoh awam seperti pengusaha keluarga Tatimu dan umat lainnya, menggalang dana untuk pendirian sekolah dan asrama. Generalat Societas JMJ turut berpartisipasi dalam penggalangan dana tersebut. Beberapa guru yang membantu dalam pembangunan fisik antara lain adalah Bapak Bob Making, Bapak Velty Tulenan, dan lain-lain. Sr. Bernadette Mokorimban JMJ bersama beberapa guru bekerja sama mempersiapkan sekolah ini sampai berdirinya bangunan dan operasionalnya.

14. Komunitas Bintang Timur Sambiut

Alamat :
d/a Pastoran Katolik Sambiut
Kel. Lompio, Kec. Banggai, Sulawesi Tengah

   Sejak tahun 1938, ketika para imam Misionaris Hati Kudus Yesus (MSC) mulai berkarya di Kepulauan Banggai di Desa Nulion, kehadiran Suster JMJ di sana sudah sangat diharapkan. Tidak lama kemudian, pecah Perang Dunia II. Namun, harapan kauskupan yang tertunda dan harus menunggu lama, akhirnya terpenuhi. Pada tanggal 2 Juni 1972, kapal motor Aquarius tiba di Pelabuhan Sambiut mengantar ketiga suster pionir  yakni Sr. Rafaela Keni, Sr. Katarine Kainde, dan Sr. Boniface Kojongian. Ketiga suster ditemani oleh Sr. Mariana van de Hogen, JMJ dan Sr. Ignasia Untu, JMJ. Mereka dijemput oleh murid-murid SD dan SMP dengan iringan musik bambu menuju Gereja dan disambut oleh Pastor Giesbert, MSC di Paroki Sambiut. Pada tanggal 4 Juni 1972, didirikan Biara Bintang timur di Sambiut.